Supersemar



Cerita sejarah lahirnya Supersemar 1966 – Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 yang merupakan tonggak Orde baru.

 

Sebelum keluarnya Supersemar, Presiden Soekarno sedang mengadakan pertemuan dengan partai-partai politik pada tanggal 10 Maret 1966. Dalam pertemuan tersebut membahas masalah demonstrasi Tritura. Presiden mendesak agar partai-partai politik mengutuk demonstrasi Tritura, namun partai-partai yang tergabung dalam Front Pancasila tetap menuntut pembubaran PKI.

Pada tanggal 11 Maret 1966, berlangsung sidang paripurna Kabinet Dwikora yang disempurnakan. Sidang sempat mengalami kepanikan setelah Komandan Cakrabirawa Brigjen Sabur melaporkan adanya pasukan tanpa tanda kesatuan di sekeliling Istana Merdeka.

Presiden Soekarno yang memimpin sidang kabinet akhirnya meninggalkan sidang menuju Istana Bogor dengan menggunakan helikopter dan menyerahkan pucuk pimpinan sidang kepada Waperdam II, Dr. Leimena.

Bersama Waperdam I, Dr. Subandrio, dan Waperdam III, Chairul Saleh, Presiden Soekarno menuju Istana Bogor. Setelah sidang, Dr. Leimena pun menyusul ke Istana Bogor untuk melaporkan hasil sidang kabinet. Tidak begitu lama presiden yang didampingi tiga waperdam kedatangan tiga perwira tinggi Angkatan Darat.

Perwira tinggi tersebut adalah Mayjen Basuki Rahmat (Menteri Urusan Veteran), Brigjen M. Yusuf (Menteri Perindustrian), dan Brigjen Amir Mahmud (Panglima Kodam Jaya) untuk menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :


  • Meminta kepada presiden agar segera mengambil tindakan untuk memulihkan keadaan yang gawat.
  • ABRI, terutama Angkatan Darat tetap setia dan tidak meninggalkan presiden.
  • Pesan Letjen Soeharto yang isinya sanggup mengatasi keadaan apabila presiden memercayakan hal itu kepadanya.
Ketiga perwira Angkatan Darat tersebut sebelum menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor terlebih dahulu bertemu dengan Letjen Soeharto. Setelah di Istana Bogor, ketiganya mengadakan pembicaraan dengan presiden.

Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketiga perwira TNI Angkatan Darat dengan Komandan Cakrabirawa Brigjen Sabur diperintahkan membuat konsep surat perintah kepada Letjen Jenderal Soeharto.

Setelah konsep surat dibahas bersama, kemudian Presiden Soekarno menandatangani surat perintah tersebut. Surat perintah itu lebih dikenal dengan sebutan “Surat Perintah Sebelas Maret” atau disingkat Supersemar.

Isi pokok Supersemar
Isi Supersemar tersebut adalah pemberian perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan untuk memulihkan keamanan, ketertiban, dan kestabilan pemerintah serta keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Penerima mandat juga harus melaporkan segala sesuatunya kepada presiden.

Langkah Letjen Soeharto sebagai pengemban Supersemar
Setelah Letjen Soeharto memperoleh Supersemar, maka beliau segera melakukan beberapa langkah dan tindakan sebagai berikut :

1. Letjen Soeharto sebagai pengemban Supersemar membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya dan menyatakan sebagai organisasi terlarang pada tanggal 12 Maret 1966.

2. Letjen Soeharto mengamankan lima belas menteri yang diduga terlibat atau bersimpati terhadap G-30S/PKI pada tanggal 18 Maret 1966. Keputusan ini dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 tertanggal 18 Maret 1966. Untuk kelancaran tugas-tugas pemerintahan kemudian diangkat lima orang menteri koordinator (menko) ad intern yang bersama-sama menjadi presidium kabinet.

Kelima Menko tersebut adalah : Sultan Hamengku Buwono IX, Adam Malik, Dr. Ruslan Abdulgani, Dr. K.H. Idham Cholid dan Dr. J. Leimena. Selain itu, juga diangkat beberapa orang menteri ad intern sebelum terbentuknya kabinet baru.

3. Letjen Soeharto membersihkan MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur-unsur G-30S/PKI dan menetapkan peranan lembaga-lembaga itu sesuai dengan UUD 1945.

Begitulah Cerita sejarah lahirnya Supersemar 1966, semoga menjadi catatan kita bersama sebagai anak bangsa Indonesia yang cinta akan sejarah.